Sabtu, 31 Desember 2011

Kemasan Biodegradable


KEMASAN BIODEGRADABLE
Kemasan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam melindungi produk dari kerusakan. Menurut Syarief (1988) ada lima syarat yang dibutuhkan kemasan yaitu penampilan, perlindungan, fungsi, bahan dan biaya, serta penanganan limbah kemasan. Saat ini terdapat beberapa bahan yang digunakan sebagai kemasan, diantaranya adalah jenis plastik, kertas, fibreboard, gelas, tinplate, dan aluminium.
Dari beberapa jenis bahan kemasan tersebut, pastik merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Hal ini dikarenakan keunggulan yang dimiliki plastik dibandingkan bahan lain. Beberapa keunggulan plastik diantaranya adalah mempunyai sifat mekanik yang baik (kuat), merupakan barrier yang baik terhadap air maupun udara, harganya murah, ringan dibandingkan bahan lain, berbentuk lembaran sehingga dapat dibuat kantong, dan kemudahan dalam proses serta aplikasinya.  Di sisi lain plastik juga memiliki kelemahan yaitu menimbulkan penumpukan sampah yang banyak. Hal ini dikarenakan material plastik tidak dapat diaur ulang secara alami dengan cepat. Butuh 300-500 tahun agar bisa terdekomposisi atau terurai sempurna. Membakar plastik juga bukan pilihan baik, karena plastik yang tidak sempurna terbakar, di bawah 800 derajat Celsius, akan membentuk dioksin. Senyawa inilah yang berbahaya (Vedder, T. 2008).
Plastik yang banyak digunakan merupakan plastik yang berbahan dasar dari minyak bumi. Padahal keberadaan dari minyak bumi tersebut sekarang kian menipis. Disisi lain, penggunaan minyak bumi juga mnenyebabkan dampak lingkungan berupa pemanasan global. Plastik yang berbahan dasar minyak bumi tidak dapat terurai secara alami oleh mikroba di dalam tanah, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu dibuthkan suatu kemasan yang biodegradable, yaitu mampu didaur ulang secara alami oleh mikroba dalam tanah. Menurut Krochta, J.M., (1997), boidegradable artinya harus sepenuhnya terdegradasi oleh mikroba yang ada dalam tanah dan hanya menghasilkan senyawa berupa karbondioksida, air, gas methan, serta cell biomass.
Plastik biodegradable merupakan plastik yang dapat terdegradasi secara alami dan biasanya berbahan dasar material organik, misalnya pati. Pati dapat dihasilkan dari berbagai komoditas seperti singkong, ketela rambat, talas, dan berbagai jenis umbi-umbian lain. Plastik yang terbuat dari polimer alami berupa pati dikenal sebagai PLA (poly Lactic Acid). Menurut Flieger et al. (2003), terdapat tiga cara untuk membuat plastik biodegradable dari pati, yaitu mencampur pati dengan plastik sintetic dalam jumlah kecil (sekitar 10-20%), mencampur pati dengan hasil samping minyak bumi misalnya PCL dengan jumlah 50%, dan mencampur pati dengan bahan tambahan lain berupa bahan organik yang digunakan sebagai plasticizer. Plasticizer ditambahakan untu memperoleh sifat plastik yang lebih baik, yaitu untuk mengurangi sifat rigid polimer.
   Pati yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pembuat plastik biodegradable (PLA) di Indonesia adalah pati yang berasal dari singkong (Manihot utilisima). Hal ini karena  keberadaan singkong yang melimpah di Indonesia, namun pemanfaatannya belum banyak yang menguntungkan. Dalam pembuatan PLA, singkong digunakan sebagai sumber glukosa. Hal ini dikarenakan dalam pembuatannya PLA menggunakan proses fermentasi dan akan menghasilkan asam laktat. Asam laktat digunakan sebagai bahan untuk selanjutnya dilakukan proses esterifikasi asam laktat dan pencetakan.
Terdapat lima langkah dalam proses pembuatan palstik biodegradable (PLA) berbahan dasar pati yaitu ekstraksi, hidrolisis. Fermentasi, esterifikasi dan pembentukan polimer, serta proses pencetakan plastik. Proses pertama yang harus dilakukan adalah ekstraksi pati dari singkong. Mula-mula singkong dikupas dan dibersihkan dari kotorannya, lalu singkong hasil tadi dihancurkan. Kemudian hancuran tersebut diperas (diambil ekstraknya), sehingga didapatkan pati yang masih tercampur dengan air. Selanjutnya pati tersebut diendapkan dan hasil endapan kemudian dikeringkan sehingga menghasilkan pati singkong (Tapioka).
Proses selanjutnya yaitu hidrolisis pati. Menurut Gaman dan Sherington (1981), hidrolisis adalah pemecahan kimia suatu molekul karena pengikatan air, sehingga menghasilkan molekul-molekul yang lebih kecil. Hasil dari hidrolisis pati pada proses ini adalah glukosa. Glukosa tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai bahan dasar proses selanjutnya yaitu fermentasi. Fermentasi glukosa ini dilakukan dengan bantuan bakteri asam laktat, sehingga dihasilkan produk berupa asam laktat (IUPAC: 2-hydroxypropanoic acid).fermentasi dapat digolongkan berdasarkan jenis bakteri yang digunakan yaitu metode heterofermentatif dan metode homofermentatif. Metode homofermentatif mampu menghasilkan asam laktat diatas 90% sehingga metoda ini lebih banyak digunakan dalam industri  (Hofvendahl dan Hahn–Hägerdal, 2000) . Dalam proses Asam laktat tersebut kemudian diproses lebih lanjut melalui proses esterifikasi dan polimerisasi.
Polimerisasi asam laktat terdiri dari  tiga metode yaitu metode polikondensasi langsung, metode polikondensasi azeotropik, dan metode Ring Opening Polymerization.  Metode polikondensasi langsung hanya menghasilkan polimer dengan bobot molekul yang kecil, sehingga sifat bahan getas. Bobot molekul ini dapat ditingkatkan dengan penambahan coupling atau esterification promoting agent yang berfungsi untuk memperpanjang ikatan kimia. Kelemhan proses ini adalah biaya yang terlalu mahal karena proses ini mambutuhkan tahapan yang banyak dan rumit, sehingga waktu kerjanya juga lama.
Mtode polimerisasi asam laktat yang berikutnya yaitu metode polikondensasi azeotropik yang merupakan pengembangan dari metode polikondensasi langsung. Polimer yang dihasilkan dari metode azeotropik memiliki bobot molekul yang labih tinggi dibandingkan polimer dari proses polimerisasi kondensasi langsung. Dalam proses dengan metode azeotropik digunakan pelarut seperti xilena, eter, maupun klorobenzena. Pelarut tersebut berfungsi untuk mampercepat pemisahan air dari produk yang dilakukan pada tekanan rendah.
Metode polimerisasi asam laktat yang terakhir adalah metode pembukaan cincin (Ring Opening Polimerization). Metode ini melalui tiga tahap yaitu prepolimerisasi yang menghasilkan polimer dengan bobot molekul rendah, depolimerisasi yang menghasilkan molekul siklik yaitu dimer laktida, dan polimerisasi yang menhasilkan polimer dengan bobot malekul yang tinggi.
Proses selanjutnya dalam pembuatan PLA yang merupakan tahap terakhir adalah pencetakan polimer menjadi lembaran film. Proses pembentukan ini dilakukan dengan cara yang sama seperti pencetakan plastik sintetik.
PLA memiliki keunggulan yaitu mampu terdegradasi secara alami di dalam tanah. Proses degradasi PLA terjadi melalui dua tahap yaitu tahap fragmentasi dan tahap biodegradasi. Tahap fragmentasi menghasilkan fragmen-fragmen polimer plastik. Tahap ini terjadi karena panas, air, dan sinar matahari. sedangkan tahap biodegradable merupakan tahap penghancuran plastik secara alami oleh bakteri dan menghasilkan karbondioksida, air, dan cell biomass.
PLA mampu digunakan dalam berbagai aplikasi. Misalnya dalam kesehatan PLA digunakan sebagai pembungkus kapsul dan benang jahit saat operasi, dalam bidang tekstil PLA digunakan sebagai bahan pembuat kaos dan tas. PLA jug dapat digunakan sebagai pengemas sayur, buah, dan daging yaitu PLA yang berbentuk film (edible film).

2 komentar:

pujopijeh's mengatakan...

semoga bermanfaat....

Anonim mengatakan...

ternyata sulit jg ya...

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost